
Para ahli sosiologi berpendapat bahwa nama yang berikan orangtua kepada anaknya akan mempengaruhi kepribadian, kemampuan anak dalam berinteraksi dengan orang lain, dan bagaimana cara orang menilai diri si pemilik nama.
Banyak
alasan dan pertimbangan para orangtua dalam memilihkan nama anak. Ada
yang menyukai anaknya memiliki nama yang unik dan tidak ‘pasaran’.
Mungkin mereka tidak suka membayangkan ketika nama anaknya dipanggil di
depan kelas, ternyata ada lima orang anak yang maju karena kebetulan
namanya sama. Ada yang lebih suka anaknya memiliki nama yang singkat dan
mudah diingat. Orangtua seperti ini akan beralasan, “Toh nanti anakku
akan dipanggil dengan nama bapaknya di elakang namanya.” Walaupun pernah
kejadian orang Indonesia yang diharuskan mengisi suatu formulir di
negara Eropa agak kebingungan karena diharuskan mengisi kolom nama
keluarga. Padahal sebagaimana juga kebanyakan orang Indonesia, nama yang
ada di kartu indentitasnya hanya nama tunggal, tanpa nama keluarga atau
bin/binti.
Beberapa
orangtua lain memilihkan nama yang megah untuk buah hati mereka.
Sementara bagi kalangan tertentu ada kepercayaan jika anak ‘keberatan
nama’ nanti bisa sakit-sakitan. Sebagian orang ada yang menganggap nama
sebagai sesuatu yang biasa, sekedar identitas yang membedakan seseorang
dengan yang lain. Ada lagi yang memilihkan nama untuk anaknya
berdasarkan rasa penghargaan terhadap seseorang yang dianggap telah
berjasa atau dikagumi. “As a tribute to,” demikian alasannya.
Sebagai
orangtua, kita perlu tahu makna dari sebuah nama dan mempertimbangkan
yang terbaik untuk anak kita. Bayangkan bahwa anak kita akan menyandang
nama tersebut sejak tertulis di akte kelahiran, hingga di hari akhir
nanti.
Bagi
umat muslim, nama adalah doa yang berisi harapan masa depan si pemilik
nama. Para calon orang tua yang peduli tidak hanya berusaha memilih nama
yang indah bagi anaknya, tapi juga nama yang memiliki arti yang baik
dan memberikan dampak atau sugesti kebaikan bagi anak. Dr. Abdullah
Nashih Ulwan dalam buku Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam menyebutkan
beberapa hal penting tentang pemberian nama kepada anak.
Menurut beliau kita para orangtua hendaknya:
1.
Memberikan nama segera setelah bayi dilahirkan. Lamanya berkisar antara
sehari hingga tujuh hari setelah dilahirkan. Dalam sebuah hadits
Rasulullah saw. bersabda, “Tadi malam telah lahir seorang anakku. Kemudian aku menamakannya dengan nama Abu Ibrahim.” (Muslim).
Dari Ashhabus-Sunan dari Samirah, Rasulullah saw. bersabda, “Setiap
anak itu digadaikan dengan aqiqahnya. Disembelihkan (binatang) baginya
pada hari ketujuh (dari hari kelahiran)nya, diberi nama, dan dicukur
kepalanya pada hari itu.”
2.
Memperhatikan petunjuk pemberian nama, dengan mengatahui nama-nama yang
disukai dan dibenci. Ada pun nama-nama yang dianjurkan Rasulullah saw.
adalah:
- Nama-nama yang baik dan indah. Rasulullah saw. menganjurk, “Sesungguhnya pada hari kiamat nanti kamu sekalian akan dipanggil dengan nama-nama kamu sekalian dan nama-nam bapak-bapak kamu sekalian. Oleh karena itu, buatlah nama-nama yang baik untuk kamu sekalian.”
- Nama-nama yang paling disukai Allah yaitu Abdullah dan Abdurrahman.
- Nama-nama para nabi seperti Muhammad, Ibrahim, Yusuf, dan lain-lain.
Sedangkan nama-nama yang sebaiknya dihindari adalah:
- Nama-nama yang dapat mengotori kehormatan, menjadi bahan celaan atau cemoohan orang.
- Nama yang berasal dari kata-kata yang mengandung makna pesimis atau negatif.
- Nama-nama yang khusus bagi Allah swt. seperti Al-Ahad, Ash-Shamad, Al-Khaliq, dan lain-lain.
Pengaruh nama pada anak
Orangtua
seharusnya berusaha memberikan sebutan nama yang baik, indah dan
disenangi anak, karena nama seperti itu dapat membuat mereka memiliki
kepribadian yang baik, memumbuhkan rasa cinta dan
menghormati diri sendiri. Kemudian mereka kelak akan terbiasa dengan
akhlak yang mulia saat berinteraksi dengan orang-orang disekelilingnya.
Anak
juga perlu mengetahui dan paham tentang arti namanya. Pemahaman yang
baik terhadap nama mereka akan menimbulkan perasaan memiliki, perasaan
nyaman, bangga dan perasaan bahwa dirinya berharga.
Bagi
lingkungan keluarga, adalah hal yang penting untuk menjaga agar nama
anak-anak mereka disebut dan diucapkan dengan baik pula. Sebab ada
kebiasaan dalam masyarakat kita yang suka mengubah nama anak dengan
panggilan, julukan, atau nama kecil. Sayangnya nama panggilan ini
terkadang malah mengacaukan nama aslinya. Nama panggilan ini kadang
selain tidak bermakna kebaikan juga bisa mengandung pelecehan. Hal ini
kadang terjadi karena nama anak terlalu sulit dilafalkan, baik oleh
orang-orang disekitarnya bahkan bagi sang anak sendiri.
Nama
yang terdiri dari tiga suku kata atau lebih akan membuat orang
menyingkat nama tersebut menjadi satu atau dua suku kata. Misalnya
Muthmainah akan disingkat menjadi Muti atau Ina. Sedangkan nama yang
memiliki huruf ‘R’ biasanya akan lebih sulit dilafalkan anak yang
cenderung cedal pada usia balita. Maka nama-nama seperti Rofiq (yang
artinya kawan akrab) akan dilafalkan menjadi Opik, nama Raudah (taman)
dilafalkan menjadi Auda.
Nama
yang unik dan berbeda apalagi megah, mungkin memiliki keuntungan
tersendiri. Namun nama yang demikian dapat menyebabkan beberapa masalah.
Nama yang sulit diucapkan dapat membuat orang-orang sering salah
mengucapkan atau menuliskannya. Ada suatu penelitian yang menunjukkan
bahwa orang sering memberikan penilaian negatif pada seseorang yang
memiliki nama yang aneh atau tidak biasa. Dr. Albert Mehrabian, PhD.
melakukan penelitian tentang bagaimana sebuah nama mengubah persepsi
orang lain tentang moral, keceriaan, kesuksesan, bahkan maskulinitas dan
feminitas. Dalam pergaulan anak yang memiliki nama yang tidak biasa
mungkin akan mengalami masa-masa diledek atau diganggu oleh
teman-temannya karena namanya dianggap aneh. Pernah mendengar ada
seseorang yang bernama Rahayu ternyata seorang laki-laki?
Jika
ingin menamai anak dengan nama orang lain, ada baiknya memilih nama
orang yang sudah meninggal dunia dan telah terbukti kebaikannya. Jika
orang tersebut masih hidup, dikuatirkan suatu saat orang tersebut
berubah atau mengalami kehidupan yang tercela. Sudah banyak contoh
orang-orang yang pada sebagian hidupnya dianggap sebagai orang besar,
ternyata di kemudian hari atau di akhir hayatnya digolongkan sebagai
orang yang banyak dicela masyarakat. Kita harus menjaga jangan sampai
anak kita menanggung malu karena suatu saat dirinya diasosiasikan dengan
orang yang tidak baik.
Beruntunglah
kita, karena di Indonesia nama-nama Islami sangat biasa dan banyak.
Sehingga tidak ada alasan merasa malu atau aneh memiliki nama yang
Islami. Hanya saja mungkin dari segi kepraktisan perlu dipertimbangkan
nama anak yang cukup mudah diucapkan, tidak terlalu pasaran tapi tidak
aneh, dan sebuah nama yang akan disandang anak kita dengan bangga sejak
masa kanak-kanak hingga dewasa nanti. Wallahu alam.
Sumber:dakwatuna.com
0 komentar:
Posting Komentar