
Di dalam sebuah hadits shahih
disebutkan bahwa kita hanya dibolehkan iri kepada dua orang. Pertama,
kita boleh dan dianjurkan iri kepada orang yang dekat dengan al-Qur’an.
Baik dengan membaca, menghafal, merenungi makna, mengajarkan, dan
mengamalkannya kepada kaum Muslimin yang lain.
Sedangkan kelompok yang kedua, kita amat
dianjurkan iri kepada seorang muslim yang diberikan harta yang banyak,
lalu menafkahkannya di jalan Allah Ta’ala. Baik dengan membayar zakat
maal, infaq di jalan Allah Ta’ala, dakwah, memberikan nafkah kepada
istri, anak-anak, dan keluarga yang lain. Atau pun rajin bersedekah
kepada mereka yang membutuhkan.
Jika terhadap kedua golongan di atas kita
dianjurkan untuk iri, dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad bin Hanbal dan at-Tirmidzi sebagaimana dinukil dari Abu Umamah
Radhiyallahu ‘anhu, ada tujuh golongan yang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam pun iri kepadanya.
Hadits yang dikutip oleh Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah dalam ‘Uddatush Shabirin ini memiliki derajat Hasan sebagaimana pendapat Imam at-Tirmidzi.
“Sungguh,” sabda Nabi suatu ketika,
“orang yang paling membuatku iri di antara para waliku adalah; orang
beriman yang ringan bebannya, rajin shalatnya, beribadah kepada Allah
Ta’ala dengan sebaik-baiknya, tidak terkenal sehingga tidak ditunjuk
orang, disegerakan kematiannya, sedikit warisannya, dan sedikit orang
yang menangisinya.”
Di dalam riwayat singkat yang agung ini,
setidaknya ada beberapa hikmah yang bisa kita manfaatkan dalam kehidupan
sehari-hari; agar selamat di dunia, dimasukkan ke dalam surga, dan
dijauhkan dari neraka sejauh-jauhnya.
Pertama, pentingnya ibadah ritual. Hal
ini disandarkan pada kriteria yang disebutkan oleh Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan mengatakan, “Rajin shalatnya,
beribadah kepada Allah Ta’ala dengan sebaik-baiknya.”
Shalat adalah tiang agama. Ia merupakan
amal yang membedakan antara mukmin, kafir, dan munafik. Siapa yang
istiqamah mendirikannya, ada jaminan bahagia di dunia dan akhirat.
Shalat, adalah amal pertama yang dihisab dan menjadi penentu baik atau
buruknya kesudahan balasan bagi seorang hamba.
Kedua, beliau Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam memuji umatnya yang diuji dengan kemiskinan dan bersabar
dengannya. Hikmah ini disandarkan pada kalimat, “Orang beriman yang
sedikit bebannya, sedikit warisannya, dan sedikit yang menangisinya.”
Sedikit menangisi bukan bermakna
sebaliknya; banyak yang menertawakan. Tetapi kondisi ketika seseorang
tidak banyak diperhitungkan oleh manusia lain, padahal dirinya amat
mulia dalam penilaian Allah Ta’ala. Dialah sebaik-baik penilai.
Ketiga, anjuran untuk tidak memburu
jabatan dan keterkenalan. Dalam dua hal ini, ada ujian yang amat berat
bagi mereka yang lemah. Maka, secara khusus, beliau menyebutkan “tidak
terkenal” sebagai salah satu predikat umatnya yang-beliau-iri kepadanya.
Terakhir, penyebutan ‘disegerakan
kematiannya’ adalah tamsil dari cukupnya rezeki. Sebab, seseorang tidak
akan mati sebelum semua jatah rezekinya diberikan.
Semoga Allah Ta’ala memberikan kekuatan,
sehingga kita bisa menjadi salah satu dari tujuh golongan yang Nabi pun
iri kepadanya. Aamiin
0 komentar:
Posting Komentar